
Jika Anda mendengar anak muda berbicara tentang “healing”, “FOMO”, atau “burnout”, jangan anggap remeh. Bahasa Gen Z yang terlihat santai ini ternyata adalah sebuah leksikon baru yang secara tepat menggambarkan kompleksitas kesehatan mental di era digital. Setiap kata yang populer bukanlah sekadar tren, melainkan sebuah alat untuk memberi nama pada perasaan yang sebelumnya sulit diungkapkan.
Healing: Kebutuhan Restorasi Jiwa di Tengah Tekanan Hidup
Kata “healing” mungkin sering disalahartikan sebagai liburan mewah atau sekadar bersenang-senang. Namun, dalam konteks Bahasa Gen Z, maknanya lebih dalam. Healing adalah upaya aktif untuk memulihkan diri dari kelelahan mental, tekanan akademik, atau beban sosial. Aktivitasnya bisa sederhana; menonton film sendirian, jalan-jalan ke taman, atau sekadar menikmati waktu tanpa gangguan. Kata ini menegaskan bahwa menjaga kesehatan mental bukanlah sebuah kemewahan, melainkan sebuah kebutuhan yang sah dan valid.
FOMO dan Ghosting: Dua Sisi Mata Uang Kecemasan Sosial
Dua istilah lain yang mendominasi percakapan adalah FOMO (Fear Of Missing Out) dan Ghosting. FOMO menggambarkan kecemasan karena takut ketinggalan informasi atau pengalaman seru yang dilihat di media sosial. Fenomena ini adalah produk langsung dari dunia yang terhubung 24/7. Di sisi lain, Ghosting—praktik mengakhiri komunikasi secara tiba-tiba tanpa penjelasan—menunjukkan betapa mudahnya hubungan personal putus di era digital. Keduanya adalah cermin dari kecemasan dan ketidaknyamanan dalam berinteraksi secara modern.
Dari ‘Mager’ hingga ‘Overthinking’: Kosakata untuk Perasaan Universal
Istilah seperti “mager” (malas gerak) atau “overthinking” juga merupakan bagian penting dari Bahasa Gen Z. Kata-kata ini memberikan label yang ringan dan mudah diucapkan untuk kondisi yang sebenarnya cukup berat. Dengan menyebut “saya lagi mager”, seseorang bisa mengomunikasikan kebutuhan akan waktu untuk beristirahat tanpa dihakimi. Ini adalah mekanisme adaptasi; dengan memberi nama pada perasaan negatif, mereka menjadi lebih mudah dikelola dan dikomunikasikan.
Pada intinya, Bahasa Gen Z adalah upaya kolektif untuk membuat katalog pengalaman manusia modern. Dengan memahami makna di balik kata-kata trendi ini, generasi yang lebih tua dapat menjembatani kesenjangan komunikasi dan memberikan dukungan yang lebih empatik. Bahasa ini bukan untuk memecah belah, melainkan untuk menyatukan dengan cara yang lebih jujur terhadap kondisi kejiwaan.