Upaya global untuk memperluas inklusi keuangan ke seluruh lapisan masyarakat dan pelaku usaha telah membawa hasil yang signifikan, namun juga memunculkan konsekuensi yang perlu diperhatikan. Salah satunya, temuan penting dari riset Setianto et al. (2025) yang menganalisis perilaku perusahaan di Asia: peningkatan inklusi keuangan secara langsung berkorelasi dengan meningkatnya keberanian perusahaan untuk mengambil risiko investasi.
Studi ini secara spesifik menunjukkan bahwa akses yang lebih mudah ke layanan keuangan, seperti pinjaman dan kredit, menjadi pendorong utama. Ketika perusahaan tidak lagi menghadapi hambatan besar untuk mendapatkan modal, mereka cenderung mengalokasikan dana untuk proyek-proyek yang menjanjikan keuntungan tinggi, meskipun disertai risiko yang besar pula. Bagi banyak perusahaan, ini adalah kesempatan emas yang memungkinkan mereka keluar dari jebakan keterbatasan modal dan mulai berinvestasi secara lebih agresif.
Kemudahan Akses Pendanaan
Riset tersebut mengidentifikasi bahwa kemudahan akses terhadap pendanaan adalah “saluran utama” yang menghubungkan antara program inklusi keuangan dengan peningkatan selera risiko perusahaan. Pendanaan yang lebih mudah dijangkau dan biaya modal yang berpotensi lebih rendah memberikan rasa aman finansial. Perusahaan menjadi kurang khawatir akan kesulitan likuiditas di masa depan, yang pada gilirannya membebaskan manajer untuk bersikap lebih proaktif.
Mereka didorong untuk tidak menunda investasi dan memanfaatkan peluang pertumbuhan secepat mungkin, bahkan jika itu berarti harus berhadapan dengan ketidakpastian yang lebih besar. Perilaku berani mengambil risiko yang dipicu oleh inklusi keuangan ini adalah mesin penggerak bagi inovasi, ekspansi pasar, dan pengembangan produk baru, yang semuanya vital bagi pertumbuhan ekonomi yang dinamis.
Mengelola Risiko dan Merancang Kebijakan Inklusi Keuangan
Temuan ini sangat penting bagi pembuat kebijakan. Sementara inklusi keuangan sukses mendorong risiko produktif yang merupakan bahan bakar pertumbuhan pihak berwenang harus tetap waspada terhadap potensi risiko yang tidak terkelola. Peningkatan selera risiko yang terlalu agresif, tanpa kerangka pengawasan yang memadai, dapat mengancam stabilitas sistem keuangan.
Oleh karena itu, strategi kebijakan yang ideal harus berjalan dua arah: terus mendorong program inklusi keuangan untuk membuka akses, sambil memperkuat regulasi dan mekanisme pengawasan. Tujuannya adalah memastikan bahwa keberanian mengambil risiko yang muncul dari inklusi keuangan tersalurkan ke sektor-sektor produktif, sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan, tanpa membahayakan fondasi finansial negara.

